Lesson of the Day!
9 November 2014
Setelah posting minggu lalu mengenai kenangan seorang sahabat yang sudah mengisi daftar hadir di Surga lebih dulu, ada responden yang tergelitik ingin tahu siapa ibu yang saya tulis itu. Namanya; Megasari Widyatama, dia lulusan Pharmasi Universitas Pancasila yang hampir di DO (Drop Out) karena kelamaan menyelesaikan skripsi, katanya menurut ceritanya waktu itu kelamaan karena banyak sekali godaan pada saat ingin menyelesaikan skripsi salah satunya malas tapi karena diancam akan di DO (Drop Out) maka dengan sekuat tenaga selesailah kewajibannya menjadi mahasiswi kala itu. Perlu jadi catatan hampir di DO bukan karena tidak bisa mengikuti pelajaran tapi justru dia itu pandai apalagi jika menyangkut pendapatan. Mega; seorang wanita yang kalau bicara lembut tapi tegas, terbuka tapi juga tertutup, mandiri tapi tetap cengeng. Ibu dua orang anak dan kekasih seorang suami yang sampai hari ini masih seperti kehilangan separuh nafasnya seperti awal ketika ditinggalkan oleh belahan jiwanya ini.
Kemarin setelah dapat permintaan untuk menceritakan siapa dia, saya teringat akan sebuah email yang sampai hari ini masih saya simpan yang pernah dikirimkannya ke kami teman-temannya. Waktu menerima email ini rasanya jiwa ini juga melayang ke titik yang paling rendah. Mungkin aneh, tapi itu yang saya rasa... melayang.... tapi ke titik yang paling rendah... sedih rasanya.
Dan di hari Minggu yang cerah ini, saya ingin membagi pembelajaran yang saya dapat hari ini bahwa semakin nyata kuasa Tuhan itu ada untuk umatnya dan buat siapa saja yang masih berpikir atau tanpa berpikir membuat orang lain susah, insaflah, karena membuat orang bahagia saja belum tentu orang itu bahagia, bisa dibayangkan kalau kita membuat orang lain susah tentulah orang itu bertambah susah. Let's make our life easier and happier! bukan membuat kisah sedih dihari minggu tapi justru mengumpulkan kembali energi-energi positif dari kejadian ini.
From: Megasari Widyatama [mailto:Widyatama.Megasari@sysmex.co.id]
Sent: Friday, November 14, 2008 2:10 PM
To: 'Andry Gunawan'; 'Handi Widjaja'; 'Hendra Simananda'; 'Maria Leslie'; astri@sysmex.co.id; Dewi; Dinny; Dyan; Kartika; 'Lilis'; nola@sysmex.co.id; Novi; Ophe
Cc: saditama@telkom.net; 'Hyacintha Clarissa'
Subject: Guangzhou Update 081114
Sudah hampir 2 minggu sejak saya berangkat, tidak ada kabar
yang saya ceritain. Selain sibuk urusan follow up test (MRI, CT Scan,
Bone Scan), juga sibuk clubbing…(gaya ya..padahal cuma ngeggosip sesama
pasien…makan bareng…)
Karena sejak keberangkatan sebelum ini saya sering bangun
malam dan pipis (karena banyak minum), dokter saya curiga ada sesuatu dengan
otak saya. Jadi beliau memeriksakan kembali 2 hasil PET/CT terakhir (Juni
& September), untuk dilihat kembali di bagian otak. Ternyata ada
penyebaran di otak bagian tengah, yang diperkirakan menyebabkan saya jadi
seperti itu. Hasil ini dikonfirmasi dengan hasil MRI, dengan ukuran 0.5 x
0.5 cm (termasuk kecil sih..). Jadilah saya menjalani gamma knife (dulu
Cuma lihat teman yang di-gamma knife, sekarang jalanin sendiri…well that’s
life..). Seperti biasa orang Indonesia yang selalu “untung”, untung
segera ketahuan, dan untung masih kecil. So, there is always blessing in disguise.
CT Scan untuk memeriksa kondisi lever yang sudah di
jie-ruk. Hasilnya memuaskan (Thanks God..!), yang kecil-kecil sudah
hilang, yang agak besar (toh masih dianggap kecil juga kalau dibanding orang
lain..) sudah mengecil. Tidak ada treatment untuk sementara.
Hasil bone scan (ECT), juga menunjukkan sel-sel kanker di
tulang dalam keadaan stabil (kemonya berhasil). Treatment yang akan
dilakukan…ya ngelanjutin kemo 3 dan 4.
Secara total, treatment saya kali ini adalah gamma knife 9
kali, dengan jadwal yang tadinya 3 hari berturut-turut, libur 3 hari, tetapi
karena ukurannya yang kecil menjadi 9 kali langsung. Setelah itu
kemo. Belum pasti juga apakah kemo 3 dan 4 atau hanya 4 saja. Hari
ini baru akan diputuskan. Yang pasti, I’ll be home for Christmas…!
Dari semua pengalaman terapi, menurut saya yang paling
mengesankan adalah pengalaman spiritual dan kejiwaan saya.
Jika sejak menjalani terapi pertama kali di Nanyang, sampai
yang ke 4, saya masih begitu memperhatikan hal-hal rohani, yang ke 5 – agak
putus asa, kali ini saya mencoba lebih seimbang dalam rohani dan jasmani.
Thanks to Dewi untuk buku-bukunya.
Sebelum pergi, saya sempat bertemu dengan seorang
naturopati, dan mendapatkan resep baru diet. Hingga hari ini sudah hampir
3 minggu saya tidak makan nasi sama sekali. Menu nasi saya diganti dengan
sepiring selada, timun, apel, ditambah lauk yang berupa ayam atau ikan.
Dengan diet seperti ini saya merasa lebih segar dan tenang setiap kali
mengkonsumsi makanan, karena saya mengerti bahwa apa yang saya makan merupakan
yang benar. Tidak selama ini, bingung, karena ada yang bilang boleh,
sementara orang lain bilang tidak boleh…makin tanya makin bingung (habis sumber
informasinya juga kurang handal…)
Ada hal yang menarik setelah membaca buku dari Dewi mengenai
“Kanker Bukan Akhir Segalanya”…
Saya pernah cerita mengenai wawancara dengan Pepeng yang
menderita multiple sclerosis, dia mengalami kelumpuhan perlahan-lahan, mulanya
Cuma kesemutan, sekarang sudah gak bisa menggerakkan anggota badannya.
Waktu ditanya,”Mas Pepeng, pernah gak bilang sama Tuhan, God, why me?”, dengan
gaya santai dan masih lucu (ketawa-ketawa), mas Pepeng menjawab,”Gak berani
gua, takut Tuhan bilang, why not?”.
Saya pikir bener juga ya. Sering kali di saat kita
dalam kesulitan yang begitu dalam, kita bertanya kepada Tuhan, “Why me?”.
Tapi kata-kata mas Pepeng itu juga mengingatkan saya bahwa Tuhan merestui
setiap hal yang terjadi dalam hidup kita. Termasuk membiarkan Putra-Nya
disalibkan. Sejak itu saya mencoba untuk tidak mengeluh…, ternyata sangat
tidak mudah, karena banyak hal yang tidak kita mengerti, banyak hal yang sudah
kita lakukan, tetapi mengapa penderitaan ini masih belum berakhir…
Dalam buku “Kanker Bukan…” saya mendapat jawaban bahwa tidak
apa-apa jika kita bertanya kepada Tuhan, “Why me?”. Bahkan Yesus pun
pernah mengalami ketakutan yang sangat dalam menjelang penyaliban-Nya.
Jika Yesus yang begitu kuat, merasakan hal itu, apalagi kita manusia yang lemah
ini.
Mungkin kita tidak akan mendapat jawaban langsung dari
pertanyaan kita, tetapi Tuhan pasti menunjukkan apa yang hendak
diperlihatkan-Nya kepada kita pada saat yang tepat. Jika Yesus jatuh 3
kali dalam memanggul salib, maka tidak apa-apa kalau kita jatuh bangun dalam
memanggul salib kita. Yang penting adalah kita harus tetap berpegang
teguh pada-Nya.
Ada obrolan di sini…Ko Gani (dari Kediri) menemani istrinya
(Ci Magda) yang kena kanker lidah. Perlu radiasi 25 kali, jadi 5
minggu. Ko Gani setiap hari ke pasar dan masak untuk istrinya.
Padahal dia tidak pernah melakukan itu selama di Indonesia. Dia bilang,
“Ini lah konsekuensi dari bilang Saya Bersedia..itu (waktu ngucapin janji nikah
di gereja).”, sambil ketawa-tawa.
Waktu itu saya juga ketawa…pikir-pikir..bener juga ya.
Tapi setelah direnungkan lebih jauh, bukan janji itu yang harus kita
pegang. Siapapun, yang sakit maupun keluarga yang menemani maupun yang di
rumah, teman-teman, ataupun orang lain yang kebetulan mendengar cerita
ini. Janji yang harus ditepati adalah janji kita di gereja juga, pada
saat kita di baptis, bahwa kita akan setia kepada Tuhan…itulah yang diuji dalam
setiap pencobaan. Dalam setiap salib yang dipanggul oleh setiap orang,
ada tantangan tersendiri..namun obatnya sama yaitu apakah kita akan setia
memanggul salib itu dan tetap berpegang pada Tuhan.
Apa yang saya alami menjadi lebih berarti jika bisa
mengilhami orang lain dan menimbulkan rasa syukur atas apa yang sudah
diterima. Saya sendiri belajar untuk mensyukuri hari ini saya masih bisa
menulis email ini, mengirim sms dengan Handi untuk mengetahui keadaan anak-anak
saya. Saya punya pengharapan bahwa saya akan pulang untuk merayakan Natal
bersama-sama di Indonesia. Bahwa saya masih dalam keadaan segar
bugar. Terlepas dari vonis kanker sejak April 2006, hari ini sudah 2
tahun 6 bulan saya menjalani hidup dengan vonis itu.
Di saat menjalani pengobatan, suntikan yang menyakitkan,
saya juga menangis, karena ada rasa jenuh dengan rasa sakit itu. Tapi
sakit seperti itu toh juga akan berlalu, saya tidak mau lagi mengingat hal itu,
dan menikmati setiap saat tanpa rasa sakit, dengan harapan.
Kali ini saya belajar menerima kelemahan fisik saya dan
tetap berpengharapan pada Tuhan. Ternyata menjadi lemah fisik itu tidak
apa-apa. Ternyata kadang menjadi lemah rohani pun tidak apa-apa, karena
Tuhan pun menyediakan bantuan. Yang penting, apakah kita mau membuka hati
dan menerima bantuan itu.
Semoga pengalaman ini bisa juga berarti buat kalian semua. I love you all.
God Bless You!
No comments:
Post a Comment