Sunday 25 January 2015

Lesson of the day!

Mr. & Mrs. Complain! Am I?

Tergelitik dan tersentil cerita seorang sahabat yang sudah belasan tahun saya kenal dan bercerita tentang pengalaman paginya hari ini ketika seorang vendor menghubunginya dan dengan tawa ringan menanyakan kabarnya dan tanpa malu-malu mengatakan kangen dengan komplainnya yang hampir tidak pernah terdengar selama 1 bulan terakhir.

Sentak saya pun tertawa mengingat bahwa bukan hanya dia yang pernah mendapatkan sentilan manis seperti itu.  Saya? pernah bingit! sambil mengingat-ingat dan harap-harap cemas, jangan-jangan diluar sana nama asli saya sudah ditambahkan dengan kata 'komplain' ditengahnya.

Apa sih yang salah dengan komplain? isinya? caranya? waktunya? apanya? (sambil pasang gaya cuek dan pura-pura nggak paham.... hmmmm.... kasih tau nggak ya?)

Kalau mau menilik kebelakang sedikit saja, dengan hati yang lapang tanpa harus merasa perlu membela diri, kebanyakan komplain datang dari tidak sesuainya sesuatu dengan apa yang menjadi harapan seseorang dan kebanyak orang yang mendapatkan komplain merasa bahwa orang yang melakukan hal tersebut dianggap berlebihan, tidak ramah, kasar atau terlalu demanding dan sejenisnya.

Namun era 2000an banyak Perusahaan yang produknya berupa jasa sering mendengungkan keluhan pelanggannya sebagai sebuah hadiah, sehingga tanpa sungkan untuk keluhan yang disampaikan justru mendapat perhatian khusus atau bahkan mendapatkan cinderamata sebagai ucapan terimakasih.

Saya sendiri pernah mengalami hal ini, kira-kira 2 tahun yang lalu ketika dalam perjalananan dengan maskapai kebanggaan bangsa ini dari Semarang menuju Jakarta, penerbangan ditunda selama 2 jam tetapi tidak ada pengumuman resmi dari pihak maskapai sampai kira-kira 45 menit sejak jam keberangkatan yang seharusnya.

Saya menyampaikan keluhan saya menggunakan form yang ada didalam majalah yang tersedia didalam pesawat.  Selang beberapa hari, masih diminggu yang sama, Saya menerima email mengenai keluhan saya dan maskapai tersebut pun menyamnpaikan permintaan maafnya dalam email tersebut dan kira-kira 2 minggu kemudian, Saya menerima paket berupa gimmick dari mereka.

Pastilah banyak dari kita yang pernah mendengar atau mungkin membaca tulisan seorang penulis  Barlow and Moller dimana dalam tulisannya mengarisbawahi bahwa “A Complaint Is a Gift,” dari penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa kebanyakan orang mengeluhkan hal-hal yang benar-benar berhubungan dengan diri pribadinya saja walaupun terkadang tetap ada orang-orang tertertu yang melakukan keluhan bukan atas nama kepentingan pribadi tapi semata karena merasa perlu melakukan perubahan atau perbedaan. 

Bicara mengenai keluhan tentu perlu ada kolaborasi dan resolusi yang sesungguhnya harus dilakukan bukan hanya oleh kita sebagai pribadi, tapi juga orang-orang yang terlibat didalamnya.  Perlu selalu melatih dan mengasah keterampilan kita secara pribadi  bagaimana berhubungan dengan orang lain dari sisi profesional dan sebagai personal.

Pelajaran yang saya mau bagikan mengenai bagaimana menyikapi sebuah komplain sebagai suatu hadiah yang terpenting menurut saya adalah kita harus menyadari bahwa ini bukan hal mudah tetapi masih memungkinkan untuk kita lakukan, sulit tapi bisa! gunakan waktu yang anda butuhkan, tapi pastikan ada limitasinya, jangan juga tak ada ujungnya karena bila ini terjadi dan berlarut-larut, niscaya yang paling dirugikan adalah diri kita sendiri.

Tarik napas panjang-panjang, kemudian cobalah untuk melihat dari sisi yang berbeda, mudah-mudahan pada saat itu, yang lebih jelas terlihat adalah hadiahnya, bukan komplainnya!  Berbahagialah kalau kita masih ada disekitar orang-orang yang berani memberikan hadiah keluhan untuk kita.

Buat anda-anda yang sudah terlanjut memiliki "gelar" Mr & Mrs. Complaint, segera berempatilah, bayangkan bila anda yang ada diposisi mereka kira-kira cara apa yang anda rasa ingin anda terima dari orang yang ingin memberi anda hadiah dalam bentuk komplain.

Have a nice gift!

Friday 23 January 2015

Lesson of the Day!

Flowering my own heart!
Always try to see the bright side!


Kita semua sebetulnya sadar betul bahwa tidak ada hidup yang sempurna karena kesempurnaan itu hanya milik Tuhan semata.

Seminggu ini tiba-tiba saya kehabisan pikiran sehingga apa yang selalu menjadi masuk akal kini berubah 180 derajat menjadi tidak masuk akal.  Tidak masuk akal dan tidak habis pikir.

Mencoba mencari jawaban dalam pikiran sendiri dan bermain-main dengan persepsi yang seharusnya tidak boleh ada dalam sesuatu yang bersifat profesional, namun saya berdiri dan tertegun apakah profesionalisme patut dipertahankan manakala akal sehat tak lagi ada didalamnya.

Teringat sebuah bait lagu batak yang selalu senang saya dengar selama ini dengan judul "Burjuhon ma"

Molo disuan ho da na denggan, dapotan nadenggan do ho dongan
Kalau yang baik yang kamu tanam, yang baik juga yang akan kamu dapatkan kawan
molo disuan ho da na roa, dapotan na roa do ho dongan
Kalau yang buruk yang kamu tanam, yang buruk juga yang akan kamu dapatkan

Dan, hari ini saya teramat sangat sadar bahwa tidak selalu yang baik ditanam, selalu yang baik juga yang akan didapat, karena mungkin saja ada hama yang datang.
Dan, hari ini saya menyadari bahwa ternyata level emosi saya belum sebaik Ibu Theresa, yang selalu penuh cinta dan kedamaian mana kala kegetiran itu datang.
Dan, hari ini saya menyadari bahwa ternyata saya masih manusia biasa yang punya hati biasa saja yang mungkin selama ini dilupakan oleh orang yang ada disekitar saya.

Namun, pelajaran terpenting yang saya dapat adalah bahwa hidup harus tetap berjalan walaupun tidak sempurna, yang baik tetap harus ditanam walaupun yang buruk mungkin saja menjadi hasilnya karena baik dan buruk itu masih rahasia Tuhan untuk menguji kedewasaan dan mungkin iman kita, hanya berharap bahwa bukan disini dan bukan sekarang kebaikan itu didapat tapi mungkin disana dan nanti kebaikan itu jadi milik!

Tak selamanya mendung itu kelabu....